Jumat, 30 Agustus 2013

Untuk SiDaun Emas

Panasnya sinar matahari yang mencambuk kulit tidak dihiraukan oleh petani. Mereka merawat tanaman tembakau yang menyita waktu melebihi perawatan tanaman lain. Harapan mereka terlalu besar untuk dikalahkan oleh terik dan letih.

Kabar mahalnya harga tembakau tahun ini memacu mereka untuk tidak menyerah. Walau tak terhitung berapa rupiah yang hilang bersama busuknya tembakau akibat hujan berkepanjangan, para petani masih terus menanami lahan yang tembakaunya telah mati.

Intensitas hujan yang tinggi memicu langkanya bibit tembakau. Bibit tembakau dipersemaian menjadi busuk mengakibatkan melambungnya harga bibit tembakau.

Biaya penanaman tembakau kali ini cukup tinggi. Selain uang terkuras karena membeli bibit untuk mengganti bibit yang mati, upah pekerja juga menambah beban petani. Upah pekerja musim ini dibanding dengan tahun lalu mengalami kenaikan 15%. Apalagi para pekerja itu juga diberi jatah makan dan rokok. Sedangkan harga sembako dan rokok juga merangkak naik.

"Pesse e tabur ka saba" (uang dihamburkan ke sawah) ungkap petani menggambarkan banyaknya uang yang dihabiskan untuk menanam tembakau. Demi menanam tembakau petani berani meminjam modal pada rentener. Bunga pinjaman yang cukup tinggi semakin mencekik petani.

Demikian berat beban yang dipikul petani, namun karena harapan yang menjanjikan dari daun emas ini mereka tak berhenti. Mereka terus bekerja dan berhutang walau di tahun lalu hasil tembakau tak mampu menutupi lubang yang dibuatnya. Mereka berharap beruntung, jika beruntung, dari hasil tembakau mereka dapat membangun rumah, menyekolahkan anaknya, atau menunaikan ibadah haji.