Sabtu, 28 Januari 2012

ESENSI MAULID NABI SAW


MENGGALI ESENSI PERINGATAN MAULID NABI
Dalam kalender Hijriyah ada beberapa bulan yang kedatangannya disambut meriah oleh umat islam. Salah satunya adalah bulan Rabiul Awal. Masyarakat Madura lebih familiar menyebutnya dengan “molotan” (maulid). Maulid berarti kelahiran, dan pada bulan inilah nabi Muhammad saw. lahir sehingga bulan ini juga disebut bulan maulid.
Di Indonesia hari lahir nabi ini menjadi hari libur nasional. Masyarakat pada umumnya merayakan maulid di tempat-tempat ibadah seperti masjid dan mushalla. Selain di masjid secara khusus para siswa dan guru juga merayakan di sekolah, pegawai di lembaga-lembaga pemerintah ataupun swasta merayakan di kantor masing-masing. Presiden bersama para menteri merayakan maulid di masjid istiqlal ataupun di istana.
Ada tradisi yang berbeda khususnya di Madura dalam merayakan maulid ini dengan merayakan hari besar islam yang lain. Menjelang perayaan maulid masyarakat menyiapkan makanan dan buah yang beragam. Aneka makanan dan buah itu dibawa dari rumah masing-masing lalu dikumpulkan di masjid pada saat perayaan.  Selesai acara, makanan dan buah diberikan kepada jama’ah yang hadir.
Mereka meyakini bahwa kelahiran nabi Muhammad saw. tidak hanya mengangkat peradaban manusia, tapi juga memberikan harapan bagi masa depan hewan, tumbuhan dan seluruh alam (rahmatan lil alamiin). Karena itu sebagai bentuk kebahagiaan  buah-buahan menjadi bagian dari setiap perayaan maulid nabi Muhammad saw.
Semarak maulid yang dilaksanakan diberbagai tempat dari mushalla sampai istana, oleh berbagai kalangan dari karyawan sampai presiden kurang memberikan arti bagi kehidupan jika dilaksanakan sebatas ceremonial semata.  Maka perlu menggali esensi maulid  yang lebih dalam dari sekedar ritual, sehingga kelahiran nabi benar-benar menjadi rahmatan bagi kemanusian dan lingkungan.
Maulidan adalah proses untuk mengabrabkan umat islam dengan juru selamatnya yaitu nabi Muhammad saw. Sholawat Ad- diba’e dan Al- barsanji yang kerap disenandungkan dalam setiap peringatan maulid berisi sanjungan serta menceritakan kisah hidup nabi saw.  Kisah pilu nabi yang tidak pernah menatap wajah sang ayah, mengakhiri masa kanak-kanak tanpa belaian kasih bunda yang pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya, serta suka-duka mengemban amanat Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Kisah-kisah itu menumbuhkan cinta di hati umatnya. Cinta yang berbuah rindu untuk bertemu dengannya serta ingin mengikuti sunnahnya.
Nabi Muhammad saw. memanglah layak untuk dicinta, diidolakan, dijadikan model dan ditiru oleh umatnya. ” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...”  ( Al-Ahzab -21)
Esensi maulidan adalah Internalisasi sikap, kepribadian, perilaku serta ajaran Muhammad saw. sehingga menjadi rujukan bagi aktivitas kaum muslimin. Kelahiran nabi tidak cukup dihayati dalam acara perayaan. Seharusnya kelahiran nabi selalu hadir mewarnai seluruh kehidupan umat islam. Nabi hadir di tengah masyarakat, dalam dunia usaha dan dalam birokrasi. Nabi menjadi model dalam bersosialisasi dengan tetangga, berbisnis dan berpolitik.
Seandainya masyarakat membawa nabi ke dalam kehidupannya maka, tidak ada permusuhan antar tetangga, tidak ada keluarga kelaparan di tengah keluarga yang serba kecukupan karena nabi mengajarkan kepedulian serta cinta terhadap sesama. Seandainya nabi hadir dalam dunia usaha maka, tidak ada konsumen yang kecewa, tidak ada demo buruh menuntut pembayaran gaji karena nabi membawa etika bermuamalah. Seandainya nabi bersama karyawan dan pegawai maka, tidak ada kata terlambat atau pekerjaan terbengkalai karena nabi mengajarkan tanggung jawab. Seandainya nabi ada dalam dunia birokrasi maka tidak ada pejabat korupsi dan menuntut kenaikan gaji atau renumerisasi, karena nabi mencotohkan perilaku hidup sederhana disaat menjadi penguasa.
Selama ini bencana alam, kerukunan, kemanusiaan, peradilan, kemiskinan dan berbagai macam bencana kerap mengancam kehidupan kita. Itu semua bisa terjadi karena kita jauh dari (ajaran) nabi Muhammad. Kita hanya bisa merayakan kelahirannya tanpa memperdulikan kehadiran (ajaran)nya dalam perilaku kita sehingga kita terancam siksaNYA.
”Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka.....” (Al-Anfal.33)