Rabu, 12 Oktober 2011

Kampung Buram


Pulang, Pak….! pulang, Pak ….!
Demikian, teriak Adit saat jarum jam di kelas menunjuk pada angka 10.20 wib. Adit salah satu siswa saya yang duduk di bangku kelas III Sekolah Dasar (SD). Denga tangan memegang perut, kepala tersandar, dia berulang kali merengek minta pulang.
Perilaku itu kerap ia lakukan di kelas saat hari beranjak siang. Bukan hanya Adit, teman-temannya juga menggeliat bak cacing kepanasan. Mereka tidak bisa berkonsentrasi untuk belajar lebih lama lagi.

“Kenapa sudah mau pulang, kan masih belum waktunya” Saya coba menanyakan.
“Lapar…..Pak! masih belum makan!” sahutnya sambil meringis.
“Makanya sebelum berangkat ke sekolah kamu mesti makan dulu!” saya menasehati.
“Mau makan apa, Ibu belum memasak” jawabnya.

Adit dan hampir seluruh temannya di sekolah biasa berangkat ke sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu. Ibu mereka tidak biasa masak pada pagi hari. Pagi hari mereka gunakan untuk ke gunung mencari rumput buat makan ternak mereka. Mereka lebih mendahulukan mencari makan ternak mereka dari pada menyiapkan makanan untuk anak mereka sendiri.
Dengan uang Rp. 500 Adit dan yang lain pergi menuntut ilmu hingga siang nanti. Uang yang cukup untuk membeli satu bungkus kerupuk. Jajan inilah yang mengganjal perutnya hingga mereka pulang. Dari buku dan penjelasan Pak Guru mereka tahu kalau kerupuk bukanlah makanan yang cukup memberikan nutrisi bagi mereka. Tapi mereka memang tidak bisa memilih karena tidak ada pilihan makanan yang cukup gizi. Bagi mereka uang Rp.500 itu cukup berharga karena terkadang mereka juga berangkat tanpa uang saku.
Sekolah tempat saya mengabdi terletak di daerah pegunungan di Sumenep Madura. Suatu daerah yang gersang dengan struktur tanah berbatu. Tanah yang tidak bersahabat dengan tanaman pertanian, padahal penduduknya adalah petani. Saat musim hujan, mereka menanam jagung. Tanaman inilah yang bisa ditanam di sana. Jagunglah yang mereka makan sehari-hari.
Walaupun tidak sarapan dan tidak ada uang jajan dari orang tuanya, Adit tetap menuntut ilmu. Ilmu yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kehidupannya dan orang lain.

Senin, 10 Oktober 2011

Wanita Haram


Wanita-wanita Haram
Sebelum aku menulis, beberapa saat aku berpikir, bagaimana mengundang pembaca mencicipi jamuan tulisanku ini. Dan proses bepikir itu berujung pada satu strategi memberi judul yang memikat. Diantara sekian judul yang berkelibat dalam imajinasi, kupilih judul yang menurutku memiliki daya magnet yang tinggi yaitu “Wanita-Wanita Haram”.
Judul dalam sebuah tulisan berfungsi untuk memanggil pembaca hingga pembaca mau melirik tulisan tersebut. Dalam posisi ini, judul layaknya sebuah “iklan” bagi suatu produk. Iklan yang baik akan mengoda konsumen untuk membeli produk tersebut, paling tidak iklan akan mempengaruhi persepsi konsumen hingga konsumen penasaran dan mau mencoba atau ingin lebih kenal dengan produk itu.
Dalam satu halaman surat kabar, tertulis berbagai macam berita. Berita yang kerap kali dibaca pertama adalah berita yang ditulis dengan judul yang merangsang keingintahuan pembaca. Jika pembaca benar-benar  menelusuri tulisan tersebut, maka misi sebuah judul berhasil.
Apakah pembaca melahap semua jamuan itu? Belum tentu. Untuk menjadikan pembaca kerasan, itu bukanlah tugas judul. Karena tugas utama judul adalah mengajak pembaca untuk menjelajahi suatu tulisan.  Sedangkan tugas mengikat pembaca hingga pembaca mau menelusuri setiap kata dalam suatu karangan merupakan tugas body tulisan. Jika body tulisan seksi maka pembaca bernafsu menggerayangi setiap lekuk body karangan. Jika tidak, maka bye…..bye…….
Tidak jarang konsumen dibikin kecewa oleh produsen. Dalam iklan, suatu produk dipersepsikan sebagai produk terbaik dengan kelebihan bla…bla….  Konsumen dengan suka rela merogoh kocek untuk membeli produk tersebut, karena memang iklannya menggiurkan. Buntut dari energi iklan yang memperdayakan itu adalah keluarnya omelan dari konsumen yang merasa ditipu oleh manisnya muka iklan. Mutu produk yang ia beli jauh dari rayuan iklan itu. Dasar iklan….!
Bukan hanya pembeli yang kecewa, pembaca terkadang juga monyon apabila isi tulisan tidak sesuai dengan judul yang diberikan. Judulnya “A” isinya “Z” nggak nyambung amat. Namanya saja judul, memang sebagai umpan bagi pembaca yang lagi lapar. Tapi yang lumrah itu judul sama isi harus nyambung, malah bukan lumrah lagi, itu hukumnya wajib muakkad. Kecuali bagi penulis yang memang mau “menipu” pembaca.
Apakah tulisan ini juga menipu anda? Silahkan anda menilai, dan itu hak anda mau menilai apa saja. Yang pasti dengan membaca judul di atas, tujuan dari pemilihan judul ini sukses dengan nilai A+.
Jangan kabur dulu!. Walaupun saya mau memelet anda tapi bukan berarti saya mau menipu. Saya bukanlah penipu seperti yang anda pikirkan saat ini. Syahwat anda untuk berkenalan dengan wanita-wanita haram itu akan terlampiaskan dengan informasi saya ini.
Wanita-wanita haram menunggu.
Miliaran wanita yang bertebaran di bumi ini beragam suku, ras, rupa ,strata sosial dan profesi dalam ajaran Islam tergolong wanita haram.
Keharaman wanita itu dipilah menjadi dua:
1.    Wanita yang haram dipandang, disentuh apalagi lebih dari itu.
2.    Wanita yang haram dikawini tapi boleh dipandang bahkan dicium.
Siapa saja wanita-wanita itu. Silahkan anda cari sendiri, saya hanya menunjukkan alamatnya. Untuk berkenalan dengan wanita-wanita haram itu silahkan anda buka kartu nama yang ada dalam Fiqh Munakahah.
Selamat berpetualang!